Batas Daerah Sebagai Penentu Kebijakan Pembangunan

Open Access
Article Info
Submitted: 2021-12-10
Published:
Section: Articles

Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah provinsi selanjutnya provinsi dibagi atas kabupaten dan kota, kabupaten dan kota dibagi atas kecamatan serta kecamatan dibagi atas kelurahan/desa. Pasca tahun 1999, terjadi perubahan paradigma pemerintahan daerah dari sentralistik menjadi desentralisasi yang mana terdapat penyerahan kewenangan pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan. Dalam hal ini, suatu pemerintah daerah diberikan kewenangan yang seluas-luasnya untuk mengelola daerah secara mandiri sehingga pemerintah daerah kabupaten/kota dan provinsi memanfaatkan kesempatan ini untuk melakukan pemekaran wilayah, mulai dari tingkat kabupaten, kota, dan provinsi. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Otonomi Daerah, sampai dengan tahun 2014 jumlah total DOB di Indonesia sebanyak 542 yang terdiri dari 34 provinsi, 415 kabupaten dan 93 kota yang terbentuk dari tahun 1956 sampai tahun 2014. Sedangkan Daerah Otonomi Baru (DOB) yang terbentuk pasca reformasi birokrasi sebanyak 223 yang terdiri provinsi, kabupaten dan kota, berarti ada kenaikan sekitar 41,14%. Implikasi yang muncul dari DOB, setiap pemerintah daerah dituntut untuk berperan aktif dalam mengeksploitasi dan mengeksplorasi sumber daya yang ada di wilayahnya. Oleh karena itu daerah-daerah menjadi terdorong untuk mengetahui secara pasti sampai sejauh mana wilayah kewenangannya terutama pada daerah yang memiliki potensi sumber daya untuk mendukung Pendapatan Asli Daerah. Untuk mengetahui sampai dimana wilayah kewenangannya, maka pemerintah daerah perlu untuk melakukan penegasan batas daerah. Pada tahun 2020, Pemerintah menerbitkan UU Nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja dengan turunannya PP Nomor 43 tahun 2021 tentang tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan/ atau Hak Atas Tanah, bahwa batas daerah harus diselesaikan paling lama 5 (lima) bulan dengan pemerintah daerah maka Kemendagri melakukan percepatan penyelesaian batas daerah. Hal ini dikarenakan batas daerah merupakan layer dasar informasi geospasial yang menjadi pedoman bagi peta-peta tematik lain yang dibuat oleh Kementerian/Lembaga. Dalam penulisan makalah ini, metodologi penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif yang mendeskripsikan arti pentingnya batas daerah dan langkah percepatan yang dilakukan Kemendagri. Hasil yang diharapkan pada penulisan makalah ini dapat mendorong pemerintah daerah yang belum selesai segmen batasnya agar segera bersepakat untuk percepatan investasi di wilayahnya masing-masing.

References

  1. Bahan Paparan Direktorat Toponimi dan Batas Daerah (2021), Jakarta
  2. Jones, Stephen Barr, 1945 A Handbook for Statesmen, Treaty Editors and Boundary Commissioners
  3. Moleong, Lexi (2017). Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosda Karya
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2021 tentang Penataan Ruang
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah
  6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 141 tahun 2017 tentang Penegasan Batas Daerah
  7. Sugiyono (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
  8. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja

  1. Ardi Eko Wijoyo  Analis Kebijakan Ahli Muda pada Subdit Batas Antar Daerah Wil II Kemendagri, Indonesia
  2. Yuliana Uswatun Hasanah  Teknik Geodesi Angkatan tahun 2008, Indonesia