Pemantauan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Metode Net Shoreline Movement (NSM) di Wilayah Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta

Open Access
Article Info
Submitted: 2021-12-09
Published:
Section: Articles

Pemantauan garis pantai merupakan hal yang penting dilakukan untuk mengetahui abrasi dan akresi garis pantai, terutama di sepanjang pantai selatan Yogyakarta karena perairan Pantai Selatan Yogyakarta merupakan wilayah dari pesisir Pantai Jawa yang berhadapan langsung dengan Samudra Hindia. Hal tersebut mempengaruhi adanya perubahan garis pantai diwilayah tersebut serta rawannya bencana alam yang dapat terjadi di wilayah tersebut seperti abrasi, akresi, longsor dan gerakan tanah. Berdasarkan hal tersebut, peneliti ini mengkaji mengenai perubahan garis pantai di Kabupaten Kulonprogo.. Metode dalam pengolahan perubahan garis pantai pada penelitian ini menggunakan Net Shoreline Movement (NSM). Penelitian ini menggunakan citra Landsat 7 dan 8 dengan menerapkan metode Normalized Difference Water Index (NDWI) dan Thresholding untuk mengektraksi garis pantainya. Penelitian ini menggunakan data citra Landsat 7 dan 8 pada tahun 2010, 2012, 2014, 2016, 2018, dan 2020 sehingga dapat mengetahui laju perubahan dari garis pantai pada wilayah tersebut. Hasil penelitian ini adalah laju perubahan garis pantai tahun 2010 hingga 2020 menggunakan metode NSM pada DSAS. Pada hasil pengolahan memperlihatkan perubahan garis pantai yang didominasi oleh abrasi. Abrasi yang terjadi memiliki jarak sejauh -18,04 meter pada Kecamatan Temon, lalu pada Kecamatan Panjatan mengalami abrasi dengan jarak sejauh-12,96 meter dan Kecamatan Galur mengalami abrasi sejauh -16,80 meter. Tidak hanya terjadi abrasi namun ada juga kecamatan yang mengalami akresi dengan jarak sejauh 11,64 meter pada Kecamatan Wates. Dari hasil pengolahan NSM pada Kabupaten Kulonprogo didapatkan hasil rata-rata abrasi sejauh -9,04 meter dari tahun 2010 hingga 2020.

References

  1. Akrom. M, Yudhicara, 2007. Karakteristik Pantai Dan Resiko Tsunami di Kawasan Pantai Selatan Yogyakarta. Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan.
  2. Danoedoro. P, 2012. Pengantar penginderaan jauh digital. Yogyakarta : Penerbit Andi.
  3. Direktorat Jendral Pengelolaan Ruang Laut (KKP), 2020. Konservasi Perairan Sebagai Upaya menjaga Potensi Kelautan dan Perikanan Indonesia. Jakarta : KKP
  4. Erlansari, A, Susilo, B, Hernoza, F. 2020. OPTIMALISASI DATA LANDSAT 8 UNTUK PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DENGAN NDVI dan NDWI ( Studi Kasus : Kota Bengkulu ). Bengkulu : Universitas Bengkulu Indonesia.
  5. Hernoza, F. 2020. Pemetaan Daerah Rawan Banjir Menggunakan Penginderaan Jauh Dengan Metode Normalized Difference Vegetation Index, Normalized Difference Water Index Dan Simple Additive Weighting (Studi Kasus: Kota Bengkulu). Bengkulu : Universitas Bengkulu Indonesia.
  6. Himmelstoss, E.A. 2009. Digital Shoreline Analysis System (Dsas) Version 4.0 - An Arcgis Extension For Calculating Shoreline Change. United States: U.S. Geological Survey Open File Report 2008-1278.
  7. Lembaga Penerbangan Dan Antariksa Nasional (LAPAN), 2015. Pedoman Pengolahan Data Penginderaan Jauh Landsat 8 untuk MPT. Jakarta : LAPAN.
  8. Santi, C. N. 2011. Mengubah Citra Berwarna Menjadi Gray-Scale dan Citra Biner. Semarang : Universitas Stikubank Semarang.
  9. Sasmito, B. 2019. Kajian Deteksi Dan Penentuan Garis Pantai Dengan Metode Terestris Dan Pengindraan Jauh. Semarang : Universitas Diponegoro.
  10. Setya A.H, 2016. Analisis akurasi citra modis dan citra landsat 8 menggunakan algoritma normalized burn ratio untuk pemetaan area terbakar (Studi Kasus : Provinsi Riau). Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Maret

  1. Bandi Sasmito  Departemen Teknik Geodesi-Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
  2. Bagus Dewo Pratomo  Departemen Teknik Geodesi-Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
  3. Nurhadi Bashit  Departemen Teknik Geodesi-Fakultas Teknik Universitas Diponegoro